Bapak ... Apakah Masih Sama?

Ah … aku tidak tahu apa yang ingin aku katakan. Surat ini aku tulis dan ingin aki tujukan untuk seorang lelaki kuat. Yang sejak dulu selalu mencintaiku, menyayangi dengan setulus hati dan menjagaku hingga kini.


Dari lelaki itulah aku belajar apa itu kasih sayang. Darinya pula aku tahu betapa berharga sebuah keluarga. Namun, darinya aku juga pernah belajar apa itu ketidakadilan.


Apa kalian tahu siapa yang aku maksud? Ya, benar. Dialah bapak. Orang yang pertama kali menangis saat lengkingan suaraku menggema. Orang yang pertama kali mengenalkan suara merdu sebuah azan di telingaku.


Aku tidak terlalu ingat, kapan pertama kali lengan kekar bapak mendekapku dengan kehangatan. Kapan ciuman pertama bapak untukku, tapi aku ingat sekali waktu itu. Usiaku enam tahun, bapak dan ibu membawaku untuk melihat karnaval peringatan 17 Agustus.


Siang itu begitu terik, fatamorgana berserak di aspal jalan. Peluh bercucuran di kening dan punggung. Penonton berdesakan dalam kerumunan menanti parade yang masih belum terlihat. Aku yang saat itu mengenakan pita putih hadiah dari budeku terlihat cantik. Dua buah kuncir kuda ibu tata untukku dengan baju renda berwarna kuning. 


Tangan kekar bapak tidak pernah lepas dari genggaman. Ibu berada di sampingnya tersenyum ceria. Suara dentuman alat musik drumband menggema di kejauhan. Semua khalayak semakin antusias, tubuh kecilku terperangkap dalam kerumunan lautan manusia. Parade yang berlangsung tidak dapat terlihat olehku. Dengan sigap tangan bapak meraih dan mengangkatku ke punggungnya. Hingga akhirnya bisa leluasa melihat pertunjukan yang sedang berlangsung.


Bapak … Apakah masih sama? Rupanya aku belum lupa dengan kenangan kita. Pun perasaan yang membuncah di hati kala kau menjaga dan melindungiku.


Terima kasih bapak.


#30dwcjilid34

#pejuang30dwc

#squad La2ak

#day-6






Komentar

Postingan Populer