Cerbung: Laskar Dee Lestari Menuju Puncak


Bab 4: Mencapai Puncak


Keinginan Ana untuk bisa segera sampai di pos -4 tak dapat terbendung.  Ia pun nekat, karena ada hal yang perlu dilakukan. Ana mendaki seorang diri. Pelan tapi pasti ia melewati jalur pendakian. Sejak di pos -3 pagi ini tubuhnya kembali tidak enak. Sepertinya apa yang dia takutkan akan terjadi. Meskipun keburukan, rupanya doa orang tua mujarab.Namun, Ana masih saja mengelak. Ia tak mau berfikiran negatif.


Ana berjalan dengan santai. Tetiba ia melihat jalur di depannya bercabang. Ana pun akhirnya memilih jalur kanan, karena ia merasa jalur kiri lebih susah dan banyak medan bebatuan yang perlu dilewati. Ketika memasuki jalur pendakian, Ana merasa aneh. Kabut tebal tiba-tiba muncul dan menghalangi penglihatan. Tetapi tak membunuh semangatnya untuk bisa sampai di pos-4 sebelum malam. 


Selama perjalanan Ana sama sekali tak berpapasan dengan pendaki lain. Padahal di pos-3 ada beberapa pendaki yang berangkat di belakangnya. Semakin merasa aneh, Ana pun beristirahat di bawah sebuah pohon. Sambil minum air dan memakan sedikit bekalnya.


Ada perasaan aneh yang dirasakan. Ana teringat kembali dengan pesan sang ayah. “Nak, kamu enggak usah mendaki gunung ini. Kamu enggak bakal sanggup. Dulu kakakmu juga pernah melakukannya dan ia pulang hanya tinggal nama. Ayah enggak mau kamu juga merasakan hal itu,” pesan ayahnya. 


Ana semakin frustasi dan ia pun berteriak kencang. Ia merasa sedih karena pengekangan yang dilakukan keluarga. Meskipun begitu Ana tak pernah menyerah untuk melakukan yang disukai. Bahkan ia telah menaklukkan beberapa puncak tinggi di Indonesia. Tentu saja ia melakukannya tanpa sepengetahuan keluarga. Sialnya saat akan melakukan pendakian ke puncak Oprek, ayahnya tahu. Bahkan sempat mengurung Ana berhari-hari dikamar. Sampai puncaknya pagi sebelum berangkat, ayahnya mengikuti Ana dan mencegat bus di kampus. 


Ana menggembuskan napas dan menghirup dengan pelan. Kembali merapikan ransel dan melanjutkan perjalanan. Ia enggak mau kemalaman di pos-4. Pos di mana Kakaknya pernah hilang dan ditemukan beberapa hari kemudian. Ana ingin menabur bunga di wilayah ditemukannya jasad Kakaknya. 


Tiba-tiba Ana hampir saja terjerembab karena dua orang anak kecil muncul entah darimana. Keduanya bermain-main dan di belakangnya seorang ibu muda mengikuti mereka. Karena penasaran, Ana pun mengikuti mereka. Rupanya mereka menuju ke sebuah pasar yang ramai. 


Ana melihat jam yang dipakai masih menunjukkan pukul 5 sore. Dia pun memutuskan untuk bermain sebentar di pasar. Sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan ke pos-4. Ana menyisiri seluruh pasar dan mencoba membeli sesuatu, tetapi tak ada seorang pun menyahut pertanyaan Ana. Merasa jengah dan jengkel akhirnya Ana pergi dari pasar dan melanjutkan perjalanan menuju Pos-4. 


Namun, Ana merasa ada yang aneh dengan tempat itu, ia tak menemukan pos-4. Padahal ia sudah berjalan cukup lama. Ketika sedang berjalan dengan santai, tiba-tiba Ana dipanggil oleh seseorang.


“Nduk! Rumahmu mana? Kenapa kamu ada di sini?” tanya orang itu.


Ana menolah dan tersenyum. “Sore Pak, mohon maaf ada apa, ya? Saya tim pendaki dari ODOP University.  Saya sedang menuju ke pos-4 di Gunung Oprek. Tapi sepertinya saya salah arah. Saya sudah berkeliling kampung, pasar dan hutan, tetapi belum nemu pos-4. 


“Oalah, Nduk-Nduk. Kamu nyasar, yo? Yo tak kasih tahu.” 


Ana tersenyum kaku dan segera mengikuti bapak-bapk itu dengan santai.


***

“Bu Nim, ini bagaimana? Sampai hari ini Ana belum sampai di sini?” tanya Kak Siti.


Kak Thia menambahkan.“Kalau sampai jam 8 belum tiba, kita tak bisa menunggu, Bu Nim. Teman-teman yang lain harus mendaki dan melanjutkan perjalanan ke puncak. Besok kita harus sudah turun.”


“Baiklah kalau begitu. Saya akan menugaskan beberapa panitia yang berjaga di pos ini untuk sekalian menunggu Ana.” Bu Nim menuju ke kemah panitia dan mulai rembukan.  


Selesai rapat, Bu Nim memimpin pendakian menuju puncak. Semua peserta begitu bersemangat. Sekitar jam 10 pagi mereka sudah sampai di puncak. Mereka pun berfoto dan bercengkrama. Mengabadikan momen kebahagiaan di atas. Meski awalnya mereka ingin melihat sun rise, tetapi tertunda. 


“Bu Nim, Kak Siti, Kak Thia, Laskar Deelee!” teriak seseorang.


Secara spontan mereka menoleh dan melihat Ana yang sedang membawa kantong plastik penuh sampah. Mukanya merah cenderung menghitam dengan peluh bercucuran. Semua orang kaget, tetapi langsung menghampirinya. Ana menjadi bahan tontonan. 


Semua orang mencubit dan menepuk badannya seolah lupa dengan keresekan Ana beberapa hari yang lalu. Rasa khawatir mereka kemarin malam membuat suasana pertemuan ini semakin mengharukan. Smua orang bersyukur karena Ana tiba di puncak dengan selamat. Takada pertanyaan apa pun tentang menghilangnya Ana selama sehari semalam. 


“Baiklah mari kita berfoto sama-sama!” ucap Bu Nim dengan penuh haru.


Semua peserta menggapai puncak tertinggi Gunung Oprek dengan perasaan campur aduk. Penuh haru, ketegangan, dan kebahagiaan. Berbagai peristiwa tak terduga pun terjadi baik di sisi para panitia dan para peserta. Tak terkecuali, setiap peserta memiliki cerita unik di balik pendakian mereka kali ini. 


Pendakian panjang yang mengukir sebuah memori. Pahit,manis, dan kelucuan yang mengakrabkan mereka. Ada banyak cerita yang bisa diungkap sesampainya mereka tiba di Kampus ODOP. Semua peserta kembali ke pos perijinan dengan sejuta cerita dan kembali pulang dengan semua kenangan yang tak terlupakan. 


***TamaT ….


Jumlah Kata 789  

Komentar

Postingan Populer