Cerbung: Laskar Dee Lestari Bersama Meraih Mimpi.
Bab 3: Kejadian-Kejadian Aneh
Semua peserta MAPALA memulai pendakian. Satu persatu peserta naik. Peristiwa aneh yang baru saja terjadi di pos perijinan seolah tak pernah ada. Peserta yang kabur duluan pun seakan terlupakan.
Mereka begitu antusias untuk menaklukkan Gunung Oprek dengan ketinggian 5.000 Mdpl itu. Medan pendakian dari pos perijinan menuju pos-1 tidak begitu sulit. Jalanan masih terbilang nyaman dan pemandangan sekitar memanjakan mata. Sehingga para pendaki pemula pun begitu menikmati sapuan angin dan sejuknya udara pegunungan. Sesekali peserta istirahat untuk minum atau sekadar duduk melepas lelah.
Setelah berjalan selama kurang lebih 3 jam 30 menit akhirnya semua peserta sampai di pos-1. Mereka berkumpul sesuai dengan grup masing-masing. Tak terkecuali Laskar Dee Lestari.
Ana, Alfida, Tanjung, Indri, Pristiana, Alfia, Meilinda, Purnari, Zaki, Sanik, Nenden, dan Ilma. Mereka mengitari Kak Thia dan Kak Siti untuk mengisi absen. Setelah itu barulah mereka istirahat untuk melepas lelah, sebagian lain pergi ke toilet, dan makan.
Lima belas menit kemudian para peserta kembali mendaki. Pelan tapi pasti semuanya sampai di pos-2 dengan selamat. Meskipun ada sedikit drama dan percekcokan. Namun, semuanya bisa teratasi.
Sampai di pos-2 mereka mulai membangun tenda dan menyiapkan makan malam. Pembagian tugas pun dilakukan. Ana, Zaki, dan Sanik mendapat tugas untuk mengambil air di sumber air yang letaknya lumayan jauh.
Takut hari semakin larut, mereka mengambil langkah cepat menuju ke sumber air. “An, jangan cepat-cepat. Nanti kepleset lo.” Zaki berteriak mengingatkan. Namun, tak dihiraukan. Sementara Sanik hanya diam saja.
“Woi, ngapain sih lo diem aja. Buka botolnya, cepet!” bentak Ana, tetapi Sanik diam dan wajahnya berubah pucat.
“An, Zaki, ayo cepat kita balik! Cepet!”
“Apa-apaan sih. Kita belum selesai nih. Aneh,” seru Ana. Sementara Sanik merapatkan badan kepada Zaki. Setelahnya Sanik hanya menunduk.
“Udah, yuk! Punyaku juga udah penuh ni.” Zaki mengajak mereka pergi. Sembari menunduk, sama seperti yang dilakukan Sanik.
Sementara Ana masih belum selesai. “Ya udah kalian duluan. Lagian tempatnya nggak jauh ini.”
Tanpa mempedulikan Ana. Zaki dan Sanik berjalan beriringan kembali ke tenda mereka.
***
“Kalian kemana aja? Kok baru tiba?” Kak Thia dan Kak Siti menghampiri Sanik dan Zaki yang baru saja tiba.
Dengan wajah penuh tanda tanya dan dahi mengkerut Zaki dan Sanik saling memandang. “Loh, Ana!” teriak mereka serempak.
“Kemana aja, sih kalian? Daritadi pulang duluan malah baru tiba.” Ana menginterogasi, tetapi mereka masih bingung.
Bu Nim datang dan menyuruh mereka makan malam. Sementara yang lainnya disuruh untuk beristirahat. Sepertinya Bu Nim mengerti sesuatu dan tak ingin mereka membahas hal itu.
Semua peserta kembali ke kemah masing-masing. Ada yang langsung tidur, tetapi ada pula yang masih mengobrol dan bermain musik bersama.
***
Pagi-pagi sekali para peserta sudah bangun. Mereka mulai bersiap-siap untuk melanjutkan pendakian. Tanjung melihat Ana sedang berdiri di depan sebuah pohon. Namun, tak dihiraukan, Tanjung melihat Kak Siti menghampiri Ana, ia pun kemudian membantu peserta yang lain jntuk beberes.
“Baiklah teman-teman, setelah kita sarapan, kita akan berangkat ke pos selanjutnya dan menginap di pos-4. Terus semangat, ya! Puncak Oprek tak akan mengecewakan kalian,” ucap Kak Siti.
“Baik, Kak.” Secara serempak semua peserta menjawab.
Tanjung menatap Kak Siti dengan aneh. Kak Siti yang melihat hal itu berjalan menghampirinya. “Tanjung. Kamu kenapa?”
Sedikit terkesiap Tanjung menjawab, “Enggak, Kak. Oh iya Kakak sejak tadi di sini?”
“Iya Tanjung. Sejak pagi saya di sini bantu beres-beres. Memang kenapa?”
“Ah, enggak Kak. Cuma tadi saya lihat ….,”
“Kamu lihat apa Tanjung?”
“Ayo teman-teman kita sarapan terus berangkat!” Suara Kak Thia menginterupsi obrolan Tanjung dan Kak Siti.
Mereka pu akhirnya berkumpul. Sementara Tanjung melihat sekitar, mencari keberadaan Ana. Rupanya dia telah duduk dan makan di samping Nenden. Tanjung masih penasaran dengan peristiwa yang dialami, tetapi enggan bertanya. Apalagi sikap Ana yang ketus membuatnya enggan. Dia oun menyimpan hal itu untuk dirinya sendiri.
***
Rombongan pendaki sudah sampai di pos-3 mereka berkumpul dan beristirahat. Perjalanan panjang masih harus mereka lewati. Sebagian peserta sudah mulai goyah dengan medan yang harus mereka tempuh. Namun, mereka patut merasa senang, karena cuaca begitu cerah.
Lima belas menit telah berlalu, sebagian peserta siap untuk melanjutkan perjalanan. Namun, ada sebagian yang belum siap untuk mendaki. Mereka masih mau beristirahat. Apalagi peserta yang melakukan pendakian untuk pertama kali. Tenaga mereka seperti terkuras habis.
“Kita tunggu sampai semua merasa pulih baru berangkat, ya, teman-teman!” seru Kak Thia.
“Ngak bisa gitu dong, Kak! Ini sudah jam 2 siang. Kita harus sampai di pos-4 sebelum petang! Harus, Kak!” Ana berteriak. Membuat semua peserta berbisik-bisik.
“Kita masih punya banyak waktu, An. Kasihan dong teman-teman yang masih lelah.” Kak Siti menimpali.
“Terserah Kakak deh kalau gitu. Aku bakal naik duluan. Silakan kalian lanjut bersantai di sini. Enggak usah khawatir, aku udah biasa naik gunung,” ucap Ana lantang.
“Ana. Kenapa kamu maksa? Kita itu harus berangkat sama-sama. Kalau kamu masih maksa, kami enggak bisa tanggung jawab terhadapmu,” sengit Bu Nim. Beliau tampak marah dan sedih.
“Gak apa-apa Bu Nim. Saya bisa naik sendiri. Takutnya keburu malam. Adakah yang mau berangkat bareng saya dari Laskar Deele?” teriak Ana kepada para peserta.
Namun, tak ada satu pun yang mengangkat tangan. Ana akhirnya membawa ranselnya dan pergi ke pos-4 seorang diri. Sementara peserta yang lain masih menikmati istirahat mereka.
***
Jumlah kata 842
ODOP 2023🔥🔥🔥
Komentar
Posting Komentar