Cerpen: Roki Enggak Punya Mama
Desain ilustrasi dibuat opeh Ana di canva.
***
“Loh, Roki, kok belum ganti baju, Nak? Kan sudah ditunggu sama mamanya di bawah.” Bu Mirna mengamati Roki dari pintu, laun mendekat dan membantu memasukkan mainan kesayangannya ke dalam tas.
“Enggak! Aku enggak mau ikut dia! Roki enggak punya mama!” Roki berteriak dan menutup wajahnya dengan kaki.
Bu Mirna merasa iba, embusan angin menerobos sela jendela, membuat bulu kuduk merinding. Bu Mirna mendekat dan memeluk Roki erat. “Ya sudah, Roki di sini saja sama ibu dan teman-teman, ya?”
Roki mengangguk dan mengeratkan pelukannya dengan terisak. Bu Mirna pun meninggalkan Roki sesaat dia tenang dan tertidur.
***
Bu Mirna menyusuri tangga dengan pelan menuju ruang makan. Suasana di sana terlihat tenang, lampu sudah mati. Suasana panti asuhan cukup lenggang. Jam dinding di ruang makan menunjuk pukul 10:00 malam. Bu Mirna menuju ruang tamu. Bu Siti dan Pak Barkah sedang berbincang dengan Tuan Dien dan Nyonya Tuti.
“Harap maklum, ya, Tuan dan Nyonya. Roki masih kecil,” tutur Pak Barkah di sela curhatan Nyonya Tuti yang panjang dan lebar.
“Mari silakan airnya diminum dulu.” Bu Siti berucap.
Dari arah lorong yang temaram, terlihat Bu Mirna berjalan mendekat. Langkahnya terlihat pelan penuh keraguan. Ada tanda tanya besar di hatinya yang ingin diungkap. Namun, ada rasa takut.
“Bagaimana Roki, Bu?” tanya Nyonya Tuti dengan nada khawatir. Ia beranjak dari tempat duduk menghampiri Bu Mirna dan menuntunnya duduk bersama.
Bu Mirna mengembuskan napas dan menggeleng. Nyonya Tuti yang tak mampu menahan kesedihannya menangis dengan kencang. Tuan Dien mendekat dan memeluk istrinya.
“Sebaiknya Tuan dan Nyonya menginap semalam di sini. Siapa tahu besok Roki berubah pikiran.” Bu Siti, pemimpin panti asuhan berucap.
“Sebaiknya kami kembali ke hotel, Bu. Besok kami akan kembali lagi ke sini. Membawa hadiah untuk Roki.” Tuan Dien menjawab dan membawa Nyonya Tuti ke luar.
“Baiklah kalau begitu. Tuan dan Nyonya, hati-hati di jalan,” ucap Bu Siti.
Kedua tamu itu akhirnya masuk ke dalam mobil mereka dan pergi meninggalkan panti. Bu Mirna, Bu Siti, dan Pak Barkah masih berdiri di depan panti, menunggu mobil mereka berbelok di jalan depan.
“Apa yang terjadi, Bu? Kenapa Roki sangat takut dengan ibunya?” Bu Mirna bertanya, rasa penasarannya tak dapat terbendung.
“Kita masuk dulu, ya, Bu!” ajak Pak Barkah.
Mereka pun masuk dan duduk di ruang tamu. Bu Siti dan Pak Barkah saling berpandangan. Bu Mirna menatap mereka secara bergantian, menanti cerita yang akan mereka ucap.
“Jadi bagaimana ceritanya Roki sampai enggak mau bertemu sama mamanya, Bu Siti?”
Bu Siti mengelus dada memandang Pak Barkah. Bu Mirna mengikuti pandangan Bu Siti. Pak Barkah pun memulai bercerita.
Malam itu aku dan Bu Siti sedang duduk di teras samping, sambil ngobrol dan sharing bersama anak-anak. Tiba-tiba dari arah gerbang terdengar suara tangis kenceng banget. Pas kami datangi ternyata ada sebuah kotak kardus dan di dalamnya ada seorang bayi mungil yang sedang menangis.
Kami segera membawa masuk bayi itu dan melihat secarik kertas. Surat itu berisi nama, uang, dan pesan bahwa anak ini bakal diambil di usia 5 tahun. Roki kecil tumbuh sehat dan menjadi anak yang baik dan lucu. Tanpa terasa lima tahun berlalu dengan cepat, lalu suatu malam datanglah seorang wanita yanengaku sebagai ibunya.
Nyonya Tuti datang bersama suaminya yang dulu. Dia menunjukkan akta dan foto Roki kecil. Kami pun tidak bisa berbuat banyak. Selain itu kami merasa Roki membutuhkan sosok ibu asli. Namun, satu tahun kemudian kami mendapat berita dari polisi. Nyonya Tuti tertangkap karena kasus prostitusi dan suaminya ditangkap sebagai gembong narkoba. Yang lebih mengejutkan, Roki menjadi korban kekerasan ayah tirinya dan dipaksa jadi pengamen jalanan.
Kami pun memutuskan membawa Roki kembali ke panti dan membantunya pulih. Pak Barkah menghentikan ceritanya. Bu Siti menangis menahan sedih. Tak terkecuali Bu Mirna, tangisnya meledak. Dua tahun lalu, Bu Mirna sempat merasa sebal apabila Roki sulit didekati, tetapi kini dia tahu kenapa Roki dulunya bersikap seperti itu dan juga takut dengan orang lain. Semuanya telah terjawab.
***
Tamat
Jumlah kata 634
OPREKODOP2023day22
ODOP2023
Begitu sedih hati ini merasakan hati Roki
BalasHapusYa ampun, susah sembuh pasti . Traumanya sedalam itu. Peluk Roki
BalasHapusSemoga ini hanya sekedar cerpen. Bukan terinspirasi dari kisah nyata. Kasihan roki.
BalasHapusPernah punya pengalaman ngadepin org² kaya Roki, mereka org kuat tp jauh di hatinya mereka sangat lembut.
BalasHapusAduh kasian Roki. Wajar susah buat didekatin huhu
BalasHapusKasihan Roki huhu kalau gak segera disembuhin, Roki akan kesulitan saat dewasa nanti
BalasHapusluka sekali itu masa kecilnya...
BalasHapusYa ampun tragis bgt ceritanya. Pukpukpuk buat Roki 🤗
BalasHapusCeritanya sedih men lho mba, ya Allah. Aku jadi kepikiran Roki bakal kek gimana. Kasian, waktu gede pasti banyak mental illness
BalasHapusAduh kasian Roki... Untung ini cuma cerpen ya kak hehehe
BalasHapusKasihan si Roki, ceritanya ngalir banget 🥺
BalasHapusRoki sini aku peluk... 🙈🙊
BalasHapus