Dalam Jerat Cinta


Desain ilustrasi dibuat oleh Ana di canva. 

***

“Pokoknya aku mau menikah dengan Mas Aris, Bu!” teriakku pada ibu.


Ibu duduk di lantai dan menangis sesenggukan sambil sesekali menyeka rembesan air mata di pipi. Suara geluduk di luar meningkahi tangis ibu. Ucapannya tak lagi terdengar, hanya suara isakan pilu yang ke luar dari bibir. Gincu merah yang menghiasi wajah cantiknya meluber karena sapuan tangan.


Tanpa mempedulikan ibu, aku menyeret koper dari kamar dan ke luar rumah. Seketika hujan mengguyur bumi dengan lebat, seolah mengabarkan untuk tidak meninggalkan rumah. Namun, aku tak peduli, dengan cepat masuk ke dalam mobil dan mengendarainya membelah hujan di malam gelap. Tekad dalam hati sudah bulat, apa pun jawaban ibu, aku akan tetap pergi dari rumah dan menikah dengan Mas Aris.


Rasa cintaku kepada Mas Aris lebih besar daripada rasa cinta untuk ibu. Atau mungkin cinta Mas Arislah yang membuat lebih berani. Karena sejak dulu ibu selalu mengekang dan menuntutku untuk menjadi anak juara dan yang terbaik di kelas. Apalagi semenjak ayah meninggal, ibu pun semakin terobsesi dengan peratitan. Sampai membuat hidup bagai di sangkar emas. Namun, setelah mengenal Mas Aris, aku pun manjadi lebih berani dan jarang di rumah. Tak heran jika ibu tak menyukainya. 


***


Perkenalan dengan Mas Aris seolah menjalani drama teve. Siang itu aku dan Cika sedang antre di kedai ayam cepat saji. Tiba-tiba seorang lelaki dengan langkah tegap dan full senyum datang menghampiri.  Hidungku mencium aroma wangi mint yang menguar dari tubuhnya. Kaos putih ketat dan jeans pendek menambah sexy penampilanya. 


“Hai! Lagi mau pesen, kan?” sapanya.


Aku dan Cika saling berpandangan.  Karena tidak merasa kenal dengan lelaki itu.


“Hai, iya.” Kami akhirnya menjawab dengan serempak.


Lelaki itu tersenyum. “Gabung, yuk, di sana! Kami memesan banyak,” ajaknya sambil menunjuk sebuah meja dengan beragam makanan di atasnya. Seorang lelaki duduk di sana melambaikan tangan.


Aku dan Cika berpandangan dan menggeleng secara bersamaan. Namun, lelaki itu terus membujuk. Akhirnya kami pun mengikutinya. Entah mengapa mataku tak bisa lepas dari pandangannya yang dalam. Ditambah aroma mint yang menguar membuatku terpana, belum lagi suaranya yang dalam dan merdu bagai candu.


Perkenalan siang itu begitu berarti hingga meninggalkan kesan sangat dalam. Mas Aris begitu perhatian dan sigap, membuatku cepat dekat. Kami pun bertukar kontak dan saling membalas sapaan. Pun Cika, dari perkenalan siang itu menjadi dekat dengan Ibas, teman Mas Aris. Laun dan pasti, kami pun jadian dan sering double date. Hingga suatu hari Cika memutuskan menikah, karena Ibas telah melamarnya.


Berbeda dengan Cika, yang sedang menikmati masa bulan madu, aku masih berjuang untuk mendapat restu ibu. Ibu tak menginginkan kami menikah. Entah apa alasannya, yang pasti ibu melarang hubunganku. Hal itu membuatku sangat kecewa, terlebih ibu tak memberikan alasan yang bisa dengerti. 


Padahal di mataku, Mas Aris adalah sosok bertangging jawab, setia, dan penyayang. Namun, entah mengapa ibu tak rela.


***

Bersambung ke part-2.


Jumlah kata 456

OPREKODOP2023

ODOP2023day17


Komentar

Postingan Populer