Satu Ekor Ayam

 

Desain iluatrasi dibuat oleh Ana di Canva.

***

Lima tahun pernikahan dalam perjuangan dan keprihatinan. Dengan serba kekurangan aku bertahan. Meniti indahnya hidup dalam berbagi dan mengasihi. Menanti sebuah berkah yang entah kapan dibagi. Setiap detik kulalui penuh kesyukuran meski orang melihat dengan kepahitan. Karena sebuah keyakinan, bahwa Tuhan sang pemberi keberkahan.


Sepotong roti secangkir kopi cukup mengenyangkan perut di pagi hari. Semangkuk mi segelas air murni mampu mengganjal perut di siang hari. Sepiring nasi, sepotong tahu, dan semangkuk sup daun keladi membuat malamku begitu berarti.


Aku tertawa lepas dengan guyonanmu yang tak lucu. Pun saat kau memperagakan polah yang tak pantas. Aku mampu tersenyum kala mentari datang ke peraduan, tetapi kau tak membawa rezeki untuk kita makan. Hanya segelas air putih yang mampu tersaji untuk makan malam. Lalu kau pun akan bilang, “Satu ekor ayam. Yah, satu ekor ayam. Aku berjanji akan membawakanmu setiap malam.” Kamu menggenggam erat tangan dan menatap mataku dalam-dalam.


Aku tersenyum menatapmu, mengaminkan ucapan dalam hati.  Ada kepedihan yang menjajah, merasuk pelan ke dalam kalbu. Seraut wajah manis terlintas dalam pikir. Tersenyum ayu melambaikan tangan dengan kemayu. Pipin, anak  perempuan kita yang baru kemarin kembali kepada Tuhan. Tubuhnya kaku dalam dekapanku di depan ruang tunggu puskesmas tanpa diberikan prioritas. Aku hanya bisa menangis setelah lelah mencari pertolongan ke semua arah. Sedang dirimu tak tahu di mana keberadaannya.


  ***


Enam bulan sudah Pipin takada di rumah. Hari-hariku kian tak terarah, tetapi kau masih terus tabah. Menghadapi hari dengan gagah dan menjemput rezeki tanpa kenal lelah. Setiap hari kau pulang dengan rezeki berlimpah. Hingga akhirnya terbeli sebuah rumah. 


Satu ekor ayam terhidang di atas meja, tetapi Pipin tak ada. Takada tawa dan candanya bersama kami. Takada keceriaan hadir mengiringi lelucon yang kau lontarkan. Semilir angin menerpa wajah, seolah menampar dengan kasar. Semerbak aroma ayam bumbu balado menggerayangi indra penciuman. Membuat hatiku kian tak karuan. 


Seperti janji yang pernah kau ucap. Kini, setiap hari terhidang satu ekor ayam di atas meja. Tidak hanya itu, semuanya telah berubah. Aku merasakan perubahan hidup yang mengejutkan. Ada secercah kebahagiaan kala kau mendapat pekerjaan yang menjanjikan hingga hidup kita lebih mapan. 


Namun, ada bagian dari hati ini merasa kosong dan kehilangan. Apalagi kerjamu tak lagi sama. Semenjak kaya dan punya segalanya, kau pun mulai berubah dan bergaya. Tiap malam keluyuran dan pulang subuh mabuk-mabukan.


***


“Apa gunanya kita hidup mewah, jika anakku tak bisa merasakan,” keluhku di suatu malam. Satu ekor ayam di atas meja seolah ikut bersedih dengan ucapanku malam itu. Namun, kau hanya terdiam dan memandang lurus ke depan tanpa sepatah ucapan. 


Aku pun mulai mencari-cari masalah tanpa mendapat penyelesaian. Karena kau sering mengabaikan. Bahkan kau tak lagi mau menyentuhku sebagai perempuan dan istri kesayangan. Padahal aku masih ingin memiliki seorang penghanti Pipin di masa depan.


Namun, kau  merangkulku dengan bisikan yang membuatku takakan lupa sampai maut memisahkan. “Susul saja anakmu ke kerajaan setan. Biarkan aku menikah dengan perawan. Untuk tumbal pesugihan.” Tawamu menyeringai bersamaan dengan hilangnya nyawaku.


***


Jumlah kata 481 kata

#_ODOP2023

#_ODOP 2023day12




Komentar

Postingan Populer