Ajari Aku Merelakanmu


Desain Ilustrasi dibuat oleh Ana di Canva.

***


***


Sore itu matahari belum sepenuhnya kembali ke peraduan. Aku mengayuh sepeda dengan semangat, bayanganmu akan berita gembira yang aku bawa terlintas manis. Kamu akan tersenyum senang dan mendekapku dengan hangat. Kamu akan menjerit dan berkata,”Tuh, kan, apa aku bilang. Kamu bisa, Mas.” Suara lembutmu merambat ke dalam indra pendengaran. 


Asap knalpot menghitam yang memenuhi jalanan macet tak membuat terganggu. Deru klakson bersahutan dan teriakan para penjaja di lampu merah tak membuat gerah. Padahal biasanya aku paling benci dengan suasana jalanan sore yang macet. Belum lagi suara perut yang berdemo minta diisi. Namun, tidak dengan hari ini. Meski udara pengap, gerah, dan keringat membanjiri badan, tetapi tak menyurutkan kayuhan sepeda. Semakin kencang dan ingin cepat sampai di rumah. 


***


“Selamat, ya, Ahmad.” Beberapa teman kerjaku mendekat dan memberi ucapan selamat. Aku menitikkan air mata haru dengan dukungan mereka. 


“Mad, selamat, ya!” teriak Hui dengan senyum lebar, kami pun berpelukan. Sahabat sekaligus kakak iparku itu sangat senang mendengar kenaikan pangkatku. Sempat bersedih karena berita pemecatan karyawan, tetapi Hui seketika lega karena itu hanyalah prank yang dilakukan oleh Pak Bos.


Setelah mengabdi selama lima tahun, akhirnya aku diberi kepercayaan untuk menjadi manajer di toko baru. Sebuah Restoran Padang di bilangan Jakarta Timur. Rencananya aku akan pindah dari Padang ke Jakarta dalam lima hari lagi. Meskipun pengumuman pengangkatan ku hanya melalui video call, tetapi tak mengurangi rasa senang, haru, dan terima kasihku.


Dengan hati dipenuhi bunga-bunga, aku mulai menyusun persiapan untuk keperluan kepindahan kami. Yang lebih membahagiakan bagiku adalah, Pak Bos memberikan fasilitas rumah, sehingga kami tak perlu membayar uang sewa. 


Aku masih tak percaya dengan semuanya. Tetapi apa yang dikatakan istriku Cita, menjadi kenyataan. Citalah yang terus menyemangati aku untuk terus bekerja dengan tekun. Cita pulalah yang membuatku kini sukses.


***

Satu blok lagi aku tiba di rumah kontrakan. Jalanan menanjak yang biasanya terasa berat,  hari ini terasa ringan. Tikungan menanjak itu terasa mudah dan datar.  Aku bergeming, tepat di tiga rumah sebelum kontrakanku. 


Di depan kontrakan terparkir mobil mewah berwarna silver yang aku kenal, tetapi aku menampik pikiran itu. Namun, satu menit kemudian, Cita ke luar rumah dengan membawa tas besar. Di belakangnya seorang lelaki yang tak asing bagiku mendorong koper dengan senyum lebar.


Aku pun turun dari sepeda, menghampiri mereka, dan menarik tangannya.“Cita! Kamu mau kemana? Apa maksud semua ini?” pekikku terbata. Sembari mengembuskan napas dan mengumpulkan energi untuk memandang lelaki di sebelahnya.


“Maafkan aku, Mas. Aku mencintai Pak Bos. Relakan aku pergi. Beberapa hari lagi surat perceraian akan tiba.”


Sejenak aku seperti orang linglung. Embusan angin menerpa lembut terasa membakar kulit. Perkenalan pertama Cita dan Pak Bos di acara syukuran toko empat tahun lalu kembali mencuat. Berbagai pertanyaan saling berebut memenuhi kepala. Darahku berdesir dan memanas. “Ajari aku merelakannmu?” desisku tertahan.


***

Jumlah 438 kata

#ODOP2023

#ODOPday11


 



Komentar

Postingan Populer